Rabu, 18 Juni 2008

teori maslow

Pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu sudah dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah seyogyanya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya.
Berikut ini ringkasan tentang beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow.
1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis:
• Menyediakan program makan siang yang murah atau bahkan gratis.
• Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan temperatur yang tepat
• Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang.
• Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang representatif.
2. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:
• Sikap guru: menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.
• Adanya ekspektasi yang konsisten
• Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistem pendisiplinan siswa secara adil.
• Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui pujian/ ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.
3. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:
a. Hubungan Guru dengan Siswa:
• Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian : empatik, peduli dan intereres terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
• Guru dapat menerapkan pembelajaran individua dan dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya)
• Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positif dari pada yang negatif.
• Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat dan keputusan setiap siswanya.
• Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan kepercayaan terhadap siswanya.
b. Hubungan Siswa dengan Siswa:
• Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerja sama mutualistik dan saling percaya di antara siswa
• Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum, seperti olah raga atau kesenian.
• Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran.
• Sekolah mengembangkan tutor sebaya
• Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang beragam.
4. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:
a. Mengembangkan Harga Diri Siswa
• Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan yang dimiliki siswanya (scaffolding)
• Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa
• Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa
• Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi
• Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami kesulitan
• Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipai dan bertanggung jawab.
• Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mengkin dilakukan secara pribadi, tidak di depan umum.
b. Penghargaan dari pihak lain
• Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan.
• Mengembangkan program “star of the week”
• Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang diperoleh siswa.
• Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap sisiwa untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik.
• Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri.
c. Pengetahuan dan Pemahaman
• Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang ingin diketahuinya.
• Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual melalui pendekatan discovery-inquiry
• Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam
• Menyediakan kesempatan kepada para siswa untuk berfikir filosofis dan berdiskusi.
d. Estetik
• Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik
• Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik.
• Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan
• Memelihara sarana dan pra sarana yang ada di sekeliling sekolah
• Ruangan yang bersih dan wangi
• Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah
5. Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri
• Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan yang terbaiknya
• Memberikan kekebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya
• Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan nyata.
• Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta kognitif siswa.
• Melibatkan siswa dalam proyek atau kegiatan “self expressive” dan kreatif
William James
Tak lama setelah meluncurkan buku ajar psikologinya yang pertama, Principles of Psychology (1890), William James (1842-1910) memberikan serangkaian kuliah yang bertajuk “Talks to Teachers” (James 1899/1993). Dalam kuliah ini dia mendiskusikan aplikasi psikologi untuk mendidik anak. James mengatakan bahwa eksperimen psikologi di laboraturium sering kali tidak bisa menjelaskan kepada kita bagaimana cara mengjar anak secara efektif
• John Dewey
Tokoh kedua yang berperan besar dalam membentuk psikologi pendidikan
dan dia motor penggerak untuk mengaplikasikan psikologi di tingkat praktis. Dewey membangun laboratorium psikologi pendidikan pertama di AS, di Universitas Chicago, pada tahun 1894. kemudian, di Colombia

Minggu, 25 Mei 2008

4 filsafat umum

PERENIALISME

Perenialisme adalah keyakinan bahwa di setiap ajaran agama selalu terkandung esensi-esensi kebenaran yang sama, karena sumber dari seluruh agama adalah satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Esensi inilah yang seharusnya dihikmati setiap pemeluk agama untuk dijadikan titik temu perdamaian agama-agama. Malaikat Jibril menjadikan perenialisme sebagai pondasi untuk membangun Surga di Bumi yang sedang diturunkan Tuhan. Bagi para anggota Komunitas Eden, Malaikat Jibril membimbingkan Spiritualitas Perenial.

ESENSIALISME DAN PERENIALISME

Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada.

Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.

Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.

Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.

Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato)

2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)

3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)

Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.

D. Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
1. Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi kepada benda, lelapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu.
Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.
Seorang filosuf dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah tertentu yang diatur oleh alam. Berarti pula bahwa pendidikan itu adalah sosial. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan di teruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas:
1. Determiuisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.
2. Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal

Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Progresivisme dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen yang merupakan untuk menguji kebenaran suatu teori. Progressivisme dinamakan environmentalisme karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Dalam pendapat lain, pragmatisme berpendapat bahwa suatu keterangan itu benar, kalau kebenaran itu sesuai dengan realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar, kalau kebenaran itu sesuai dengan kenyataan. Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang meliputi: Ilmu Hayat, bahwa manusia untuk mengetahui kehidupan semua masalah. Antropologi yaitu bahwa manusia mempunyai pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian dapat mencari hal baru. Psikologi yaitu manusia akan berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan, dan pengalaman-pengalamannya, sifat-sifat alam, dapat menguasai dan mengaturnya.
B. Tokoh-tokoh Progresivisme
Filsafat pendidikan Progresivisme dikembangkan oleh para ahli pendidikan seperti John Dewey, William Kilpatrick, George Count, dan Harold Rugg diawal abad 20. Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya.
1. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)
Gambar 1: William JamesSeorang psychologist dan seorang filosuf Amerika yang sangat terkenal. Paham dan ajarannya demikian pula kepribadiannya sangat berpengaruh diberbagai negara Eropa dan Amerika. Meskipun demikian dia sangat terkenal dikalangan umum Amerika sebagai penulis yang sangat brilian, dosen serta penceramah dibidang filsafat, juga terkenal sebagai pendiri Pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku. Buku karangannya yang berjudul Principles of Psychology yang terbit tahun 1890 yang membahas dan mengembangkan ide-ide tersebut, dengan cepat menjadi buku klasik dalam bidang itu, hal inilah yang mengantar William James terkenal sebagai ahli filsafat Pragmatisme dan Empirisme radikal.
2. John Dewey (1859 - 1952)
Gambar 2: John DeweyJohn Dewey adalah seorang profesor di universitas Chicago dan Columbia (Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya "My Pedagogical Creed", bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. Aplikasi ide Dewey, anak-anak banyak berpartisipasi dalam kegiatan fisik, baru peminatan.
Salah seorang bapak pendiri filsafat pragmatisme. Dewey mengembangkan pragmatisme dalam bentuknya yang orisinil, tapi meskipun demikian, namanya sering pula dihubungkan terutama sekali dengan versi pemikiran yang disebut instrumentalisme. Adapun ide filsafatnya yang utama, berkisar dalam hubungan dengan problema pendidikan yang konkrit, baik teori maupun praktek. Dan reputasi (nama baik) internasionalnya terletak dalam sumbangan pikirannya terhadap filsafat pendidikan

progressivisme

Prugressivisme Amerika. Dewey tidak hanya berpengaruh dalam kalangan ahli filsafat profesional, akan tetapi juga karena perkembangan idenya yang fundamental dalam bidang ekonomi, hukum, antropologi, teori politik dan ilmu jiwa. Dia adalah juru bicara yang sangat terkenal di Amerika Serikat dari cara-cara kehidupan demokratis.
Gambar 3: Charles S. PierceJohn Dewey merupakan filosof, psikolog, pendidik dan kritikus sosial Amerika. Ia dilahirkan di Burlington, Vermont, tepatnya tanggal 20 Oktober 1859. Pada tahun 1875, Dewey masuk kuliah di University of Vermont dengan spesifikasi bidang filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Setelah tamat, ia mengajar sastra klasik, sains, dan aljabar di sebuah sekolah menengah atas di Oil City, Pensylvania tahun 1879-1881. Bersama gurunya, H.A.P. Torrey, Dewey juga menjadi tutor pribadi di bidang filsafat. Selain itu, Dewey juga belajar logika kepada Charles S. Pierce dan C.S. Hall, salah seorang psikolog eksperimental Amerika. Selanjutnya, Dewey melanjutkan studinya dan meraih gelar doktor dari John Hopkins University tahun 1884 dengan disertasi tentang filsafat Kant.
Dewey kemudian mengajar di University of Michigan (1884-1894), menjadi kepala jurusan filsafat, psikologi dan pendidikan di University of Chicago tahun 1894. Pada tahun 1899, Dewey menulis buku The School and Society, yang memformulasikan metode dan kurikulum sekolah yang membahas tentang pertumbuhan anak. Dewey banyak menulis masalah-masalah sosial dan mengkritik konfrontasi demokrasi Amerika, ikut serta dalam aktifitas organisasi sosial dan membantu mendirikan sekolah baru bagi Social Reseach tahun 1919 di New York.
Sebagian besar kehidupan Dewey dihabiskan dalam dunia pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan yang disinggahi Dewey adalah University of Michigan, University of Colombia dan University of Chicago. Tahun 1894 Dewey memperoleh gelar Professor of Philosophy dari Chicago University. Dewey akhirnya meninggal dunia tanggal 1 Juni 1952 di New York dengan meninggalkan tidak kurang dari 700 artikel dan 42 buku dalam bidang filsafat, pendidikan, seni, sains, politik dan pembaharuan sosial.
Diantara karya-karya Dewey yang dianggap penting adalah Freedom and Cultural, Art and Experience, The Quest of Certainty Human Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925), dan yang paling fenomenal Democracy and Education (1916).
Gagasan filosofis Dewey yang terutama adalah problem pendidikan yang kongkrit, baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Reputasinya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam filsafat pendidikan progresif di Amerika. Pengaruh Dewey di kalangan ahli filsafat pendidikan dan filsafat umumnya tentu sangat besar. Namun demikian, Dewey juga memiliki sumbangan di bidang ekonomi, hukum, antropologi, politik serta ilmu jiwa.
3. Hans Vaihinger (1852 - 1933)
Gambar 4: Hans VaihingerMenurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
4. Georges Santayana
Georges digolongkan pada penganut pragmatisme ini. Tapi amat sukar untuk memberikan sifat bagi hasil pemikiran mereka, karena amat banyak pengaruh yang bertentangan dengan apa yang dialaminya.
Gambar 5: Georges Santayana
C. Tempat Asal Aliran Progresivisme Dikembangkan
Progressivisme merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika Serikat sekitar abad ke-20. John S. Brubaeher, mengatakan bahwa filsafat progressivisme bermuara pada aliran filsafat pragmatisme yang di perkenalkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1885 1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup praktis. Didalam banyak hal progressivisme identik dengan pragmatisme. Oleh karena itu apabila orang menyebut pragmatisme, maka berarti sama dengan.
Filsafat progressivisme sama dengan pragmatisme. Pertama, filsafat progressivisme atau pragmatisme ini merupakan perwujudan dan ide asal wataknya. Artinya filsafat progresivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme di mana telah memberikan konsep dasar dengan azas yang utama yaitu manusia dalam hidupnya untuk terus survive (mempertahankan hidupnya) terhadap semua tantangan, dan pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Oleh karena itu filsafat progresivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan, menolak absolutisme dan otoriterisme dalam segala bentuknya. Nilai-nilai yang dianut bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan, sebagaimana dikembangkan oleh lmanuel Kant, salah seorang penyumbang pemikir pragmatisme-progresivisme yang meletakkan dasar dengan penghormatan yang bebas atas martabat manusia dan martabat pribadi. Dengan demikian filsafat progresivisme menjunjung tinggi hak asasi individu dan menjunjung tinggi akan nilai demokratis.
Sehingga progresivisme dianggap sebagai The Liberal Road of Cultlire (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan) maksudnya nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka (open minded). Dan menuntut pribadi-pribadi penganutnya untuk selalu bersikap penjelajah, peneliti, guna mengembangkan pengalamannya. Mereka harus memiliki sikap terbuka dan berkemauan baik sambil mendengarkan kritik dan ide-ide lawan sambil memberi kesempatan kepada mereka untuk membuktikan argumen tcrsebut.
Tampak filsafat progresivisme menuntut kepada penganutnya untuk selalu progres (maju) bertindak secara konstruktif, inovatif dan reformatif), aktif serta dinamis. Sebab sudah menjadi naluri manusia selalu menginginkan perubahan-perubahan. Manusia tidak mau hanya menerima satu macam keadaan saja, akan tetapi berkemauan hidupnya tidak sama dengan masa sebelumnya. Untuk mendapatkan perubahan itu manusia harus memiliki pandangan hidup di mana pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu), curious (ingin mengetahui dan menyelidiki), toleran dan open minded (punya hati terbuka).
Namun demikian filsafat progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah manusia, kekuatan yang diwarisi manusia sejak lahir (man's natural powers). Maksudnya adalah manusia sejak lahir telah membawa bakat dan kemampuan (predisposisi) atau potensi (kemampuan) dasar terutama daya akalnya sehingga dengan daya akalnya manusia akan dapat mengatasi segala problematika hidupnya, baik itu tantangan, hambatan, ancaman maupun gangguan yang timbul dari lingkungan hidupnya. Sehubungan dengan itu Wasty Soemanto menyatakan bahwa daya akal sama dengan

intelegensi, di mana intelegensi menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan-pemecahan masalah. Di sini·tersirat bahwa intelegensi merupakan kemampuan problem solving dalam segala situasi baru atau yang mengandung masalah.
Dengan demikian potensi-potensi yang dimiliki manusia mempunyai kekuatan-kekuatan yang harus dikembangkan dan hal ini menjadi perhatian progresivisme. Nampak bahwa aliran filsafat progresivisme menempatkan manusia sebagai makhluk biologis yang utuh dan menghormati harkat dan martabat manusia sebagai pelaku (subyek) di dalam hidupnya.
D. Pandangan Progesivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan pada abad ke-20, di mana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.
Adapun filsafat progresivisme memandang tentang kebudayaan bahwa budaya sebagai hasil budi manusia, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu.
Untuk itu pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhimya akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang berkualitas unggul, berkompetitif, insiatif, adaptif dan kreatif sanggup menjawab tantangan zamannya.
Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental, yaitu kurikulum yang berpusat pada pengalaman, di mana apa yang telah diperoleh anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya. Dengan metode pendidikan "Belajar Sambil Berbuat" (Learning by doing) dan pemecahan masalah (Problem solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengajukan hipotesa.
Dengan berpijak dari pandangan di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat progresivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
Landasan filosofis pembelajaran IPA terpadu ialah filsafat pendidikan Progresivisme yang dikembangkan oleh para ahli pendidikan seperti John Dewey, William Kilpatrick, George Count, dan Harold Rugg diawal abad 20. Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya.
Pembelajaran IPA terpadu merupakan konsep pembelajaran IPA dengan situasi lebih alami dan situasi dunia nyata, serta mendorong siswa membuat hubungan antar cabang IPA dan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari hari. Pembelajaran IPA terpadu merupakan pembelajaran bermakna yang memungkinkan siswa menerapkan konsep-konsep IPA dan berpikir tingkat tinggi dan memungkinkan mendorong siswa peduli dan tanggap terhadap lingkungan dan budayanya.
Dalam pembelajaran IPA hendaknya guru dapat merancang dan mempersiapkan suatu pembelajaran dengan memotivasi awal sehingga dapat menimbulkan suatu pertanyaan. Dengan begitu, guru yang bertugas dapat mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa dalam melaksanakan pembelajaran berdasarkan inkuari. Ciri utama pembelajaran IPA adalah dimulai dengan pertanyaan atau masalah dilanjutkan dengan arahan guru menggali informasi, mengkonfirmasikan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dan mengarahkan pada tujuan apa yang belum dan harus diketahui. Jadi terlihat bahwa siswa akan dapat menemukan sendiri jawaban dari masalah atau pertanyaan yang timbul diawal pembelajaran. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh diharapkan tidak dengan jalan mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dengan jalan menemukan dan menggeneralisasi sendiri sebagai hasil kemandiriannya.

konstruktivisme

Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam minda manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran di peringkat sekolah, maktab dan universiti tetapi tidak begitu ketara dan tidak ditekankan.

Mengikut kefahaman konstruktivisme, ilmu pengetahuan sekolah tidak boeh dipindahkan daripada guru kepada guru dalam bentuk yang serba sempurna. Murid perlu bina sesuatu pengetahuan iut mengikut pengalaman masing-masing. Pembelajaran adalah hasil daripada usaha murid itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk murid. Blok binaan asas bagi ilmu pengetahuan sekolah ialah satu skema iaiatu aktiviti mental yang digunakan oleh murid sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Fikiran murid tidak akan menghadapi realiti yang wujud secara terasing dalam persekitaran. Realiti yang diketahui murid adalah realiti yang dia bina sendiri. Murid sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap persekitaran mereka.

Untuk membantu murid membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus mengambil kira struktur kognitif yang sedia ada pada mereka. Apabila maklumat baru telah disesuaikan dan diserap untik dijadikan sebahagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina. Proses ini dinamakan konstruktivisme.

Beberapa ahli konstruktivisme yang terkemuka berpendapat bahawa pembelajaran yang bermakna itu bermula dengan pengetahuan atau pengalaman sedia ada murid.

Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahawa murid mempunyai idea mereka sendiri tentang hampir semua perkara, di mana ada yang betul dan ada yang salah. Jika kefahaman dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak ditangani dengan baik, kefahaman atau kepercayaan asal mereka itu akan tetap kekal walaupun dalam peperiksaan mereka mungkin memberi jawapan seperti yang dikehendaki oleh guru.

John Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahawa pendidik yang cekap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berterusan. Beliau juga menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam setiap aktiviti pengajaran dan pembelajaran.

Dari persepektif epistemologi yang disarankan dalam konstruktivisme fungsi guru akan berubah. Perubahan akan berlaku dalam teknik pengajaran dan pembelajaran, penilaian, penyelidikan dan cara melaksanakan kurikulum. Sebagai contoh, perspektif ini akan mengubah kaedah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kejayaan murid meniur dengan tepat apa saja yang disampaikan oleh guru kepada kaedah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kejayaan murid membina skema pengkonsepan berdasarkan kepada pengalaman yang aktif. Ia juga akan mengubah tumpuan penyelidikan daripada pembinaan model daripada kaca mata guru kepada pembelajaran sesuatu konsep daripada kaca mata murid.

  1. Perbandaingan Objektivisme Dengan Konstruktivisme

Paradigma pendidikan masa kini adalah kebanyakannya merupakan paradigma objektivisme. Paradigma ini gagal menyelesaikan banyak masalah dalam pendidikan. Perbezaan antara objektivisme dengan konstruktivisme adalah sangat nyata. Objektivisme berdasarkan tanggapan bahawa wujud pengetahuan di luar persepsi manusia. Menurut pandangan ini, fungsi sains ialah untuk memastikan pengetahuan disampaikan secara objektif. Proses pembelajaran dalam paradigma ini hanyalah untuk menyalarkan pengetahuan dari pendidik kepada murid. Pengetahuan sains dari perspektif konsruktivisme adalah penjelasan paling sesuai untuk menghuraikan fenomena yang diperhatikan.

Ahli objektivisme berpendapat bahawa kata pemutus tentang apa yang perlu diajar dan siapa yang patut mengajar adalah dibuat oleh `pakar' yang semestinya mengetahui segala-galanya. Ini menyebabkan ramai murid tidak dapat melihat keperluan belajar sebagaimana yang dilihat oleh pihak `pakar'. Model autoritarian ini menjadikan guru sebagai sumber pengetahuan dan menjadikan guru sangat penting dalam bilik darjah. Murid dan juga orang awam beranggapan guru mempunyai segala jawapan bagi semua masalah. Sistem ini gagal melahirkan murid yang produktif dan berpengetahuan luas.

Dari pandangan ahli konstruktivisme, setiap orang murid mempunyai peranan dalam menentukan apa yang akan mereka pelajari. penekanan diberi kepada menyediakan murdi dengan peluang untuk membentuk kemahiran dan pengetahan di mana mereka menghubungkaitkan pengalaman lampau mereka dengan kegunaan masa depen. murid bukan hanya dibekalkan dengan fakta-fakta sahaja, sebaliknya penekanan diberi kepada proses berfikir dan kemahiran berkomunikasi. Selepas satu sesi perbincangan murid bersama-sama menetnukan perkara penting yang harus dipelajari dan tujuan mempelajarinya. Dalam proses ini murid akan mengalami prosedur yang digunakan oleh seorang saiantis seperti menyelesaikan masalah dan memeriksa hasil yang diperolehi

Melalui penggunaan paradigma konstruktivisme, guru perlu mengubah peranannya dalam bilik sains. Guru mungkin akan berperanan sebagai pelajar atau penyelidik. Dengan cara ini, guru akan lebih memahami bagaimana murid membina konsep atau pengetahuan. Justeru itu guru akan memperolehi kemahiran untuk membina dan mengubahsuai kefahaman serta berkomunikasi dengan orang lain. Guru akan memahami bahawa proses pembinaan dan pengubahsuaian konsep merupakan satu proses berterusan dalam kehidupan.

Dalam paradigma konstruktivisme, murid menganggap peranan guru sebagai salah satu sumber pengetahuan dan bukan sebagai seorang yang tahu segla-galanya. Mereka menganggap pengetahuan sebagai sesuatu yang boleh disesuaikan dan boleh berubah. Mereka juga sedar bahawa mereka bertanggungjawab terhadap diri sendiri untuk menggunakan pelbagai cara bagi memproses makluamt dan menyelesaikan masalah. Dalam erti kata lain, guru adalah berperanan sebagai seorang fasilitator dan pembimbing. Hubungan guru dengan murid boleh diumpamakan sebagai hubungan di antara bidan dengan ibu yang melahirkan anak. Guru bertanggung jawab membimbing dan membantu murid mempelajari sesuatu pelajaran dengan bermakna. Guru tidak boleh belajar untuk murid. Murid yang membina fahaman sendiri.

Kebanyakan teknik penilaian sekarang adalah berdasarkan paradigma objektivisme. Dalam pengujian yang dijalankan, murid akan diuji sama ada dia dapat memberikan jawapan yang dikehendaki oleh penggubal soalan. Mereka juga dianggap mempunyai tafsiran yang sama dengan penggubal soalan tentang apa yang dikehendaki dalam soalan. Oleh yang demikan, soalan-soalan ujian tidak sebenarnya menguji kefahaman dan pengetahuan murid, tetapi hanya menguji kemahiran murid untuk membekalkan jawapan yang dikehendaki oleh penggubal soalan sahaja.

Menurut teori konstruktivisme, penilaian harus merangkumi cara menyelesaikan masalah dengan munasabah dan pengetahuan. Antara teknik-teknik penilaian yang sedemikian ialah peta konsep, rajah Venn, portfolio, ujian prestasi dan ujian berpasukan.

Pandangan ahli konstruktivisme terhadap disiplin di dalam kelas adalah berbeza dengan ahli objektivisme. Ahli konstruktivisme menganggap peranan guru adalah sebagai pengurus kelas dan boleh menangani hal-hal disiplin murid dengan sempurna. murid diterima sebagi individu yang mempunyai ciri-ciri perlakuan yang berbeza di mana setiap individu itu diangap penting dalam proses pembelajaran dan perlu diberi perhatian yang wajar. Mereka diberikan peluang untuk membuat keputusan sendiri tentang perkara-perkara yang akan mereka pelajari. Melalui proses ini, mereka akan lebih prihatin, bertanggungjawab dan melibatkan diri dalam aktiviti pembelajaran mereka.

Sebaliknya ahli objektivisme berpendapat bahawa guru harus berperanan sebagai pengawal disiplin kelas. Murid tidak ada pilihan kecuali menurut peraturan dan undang-undang yang ditetapkan. Mereka yang ingkar akan didenda.

Pengajaran dan pembelajaran yang berasaskan konstruktivisme memberi peluang kepada guru untuk memilih kaedah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperolehi sesuatu konsep atau pengetahuan. Di samping itu, guru dapat membuat penilaian kendiri dan menilai kefahaman orang lain supaya kefahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan dapat ditingkatkan lagi.

Selasa, 29 April 2008

A. 5 karakter guru terbaik menurut saya:
1. Ramah, artinya seorang guru itu tidak boleh membentak kepada anak didiknya sendiri.

2. Memahami keadaan para siswanya, bukan hanya di dalam kelas saja akan tetapi keadaan di luar kelas juga. Seperti keadaan keluarganya. Guru itu di kelas harus bisa menjadi orang tua bagi para siswanya. Baik guru maupun guru Bimbingan Konseling harus bisa mengetahui atau memahami materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada anak didiknya.

3. Menguasai kelas, dalam artian seluruh siswa harus diteliti. Jangan sampai siswa merasa bosan berada di dalam kelas dalam istilah lain seorang guru harus bisa membangun suasana kelas menjadi tempat yang paling nyaman bagi para anak didiknya.

4. Mempunyai Inovasi terhadap pembelajaran, jadi di dalam kelas itu seorang guru memiliki ide-ide yang kreatif yang membangun pola pikir para siswa.

5. Menguasai bahan pengajaran, dan bisa menyampaikannya kepada murid dengan baik. Jangan sampai hanya bisa mengetahui materi itu untuk diri pribadi tapi tidak mampu menyampaikannya dengan benar agar nantinya bisa dimengerti oleh para siswanya tersebut.

B. 5 karakter guru terburuk menurut saya:
1. Gampang marah. Seorang guru tidak boleh semena-mena terhadap para siswanya, karena tugas guru adalah mendidiknya dengan cara-cara yang sesuai, bukan dengan meluapkan emosinya.

2. Membawa-bawa masalah pribadi ke dalam kelas. Misalnya seorang guru itu mempunyai masalah di dalam keluarganya, maka jika sudah berada di dalam kelas hendaknya bisa memposisikan bahwa dia sekarang berada di dalam kelas dan yang dihadapi adalah anak didik, bukan merupakan orang yang sedang ada masalah. Masalah yang sedang dihadapi itu disimpan dulu dan jika sudah keluar dari kelas baru masalah tersebut dicoba diselesaikan tanpa mengaitkannya dengan keadaan di kelas tadi.

3. Tidak menerima pendapat dari para siswanya, ingin menang sendiri. Seorang guru yang seperti itu maka tidak akan dianggap oleh para siswanya. Logisnya, jika seseorang ingin dihargai maka harus bisa mencoba menghargai orang lain pula.

4. Tidak peduli terhadap keadaan di kelas. Jika seorang guru niatnya hanya sebatas melaksanakan tugas saja, tanpa memikirkan sesungguhnya bagaimana proses belajar dan mengajar yang baik itu. Maka tidak akan tercipta proses belajar mengajar yang kondusif dan teratur.

5. Jarang masuk, atau sering terlambat. Seorang guru harus memberikan contoh yang baik terhadap para siswanya.

jawaban tugas psikologi

1). agar mengetahui kejiwaan anak didik sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan dengan baik dan lancar.
2). a. motivasi

Pengertian motivasi menurut Chung dan Meggison adalah :

Motivasi merupakan prilaku yang ditujukan kepada sasaran, motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerja dan fermormasi pekerjaan[i])

Sedangkan pengertian motivasi menurut Heidjrachman dan Suad Husnan adalah: “Motivasi merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang diinginkan”.[ii]

Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya defenisi di atas mempunyai pengertian yang sama, yaitu semuanya mengandung unsur dorongan dan keinginan.

Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi merupakan dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan, namun dalam penerapannya nanti, penggunaan masing-masing unsur tersebut adalah berbeda untuk setiap karyawan. Sesuai kebutuhan dan keinginan masing-masing.

Maslow mengatakan bahwa hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang memotivasi perilaku manusia. Teori Maslow ini menekankan pada dua pemikiran pokok :[iii])

1. Manusia mempunyai banyak kebutuhan, tetapi kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi yang mempengaruhi perilaku manusia

2. Kebutuhan manusi di kelompokkan kedalam hirarki menurut kepentingannya bila suatu kebutuhan dipenuhi maka kebutuhan lainnya lebih tinggi muncul untuk dipuaskan.



Perasaan
M.Scholer membedakan 4 taraf perasaan :
a. Perasaan penginderaan, yaitu perasaan-perasaan yang bertalian dengan perangsangan-perangsangan alat indera (sakit, bau, suhu, dan sebagainya).
b. Perasaan vital, misalnya rasa lemas, segar, tertekan, sesak.
c. Perasaan psikis, seperti : senang/sedih dalam menghadapi suatu peristiwa, kagum, dan sebagainya.
d. Perasaan pribadi/diri, yaitu perasaan-perasaan yang erat sekali pertaliannya dengan harga diri pribadi, misalnya perasaan terkucil, rasa aman, dan sebagainya.
c. Ingatan
Tertinggalnya bekas-bekas kenangan yang lampau, meskipun tidak selalu ada secara sadar, namun masih dapat ditimbulkan kembali dalam kesadaran, inilah yang merupakan esensi dari apa yang kita sebut ingatan.
d. Fantasi
Fantasi sering disamakan orang dengan istilah khayal, akan tetapi dalam psikologi istilah fantasi diartikan lebih luas dari pada khayal.
Fantasi ialah suatu daya jiwa untuk menciptakan tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang sudah ada pada diri kita, jadi ciri khas dari gejala jiwa ini adalah unsur menciptakan sesuatu yang baru dalam jiwa. Ciptaan-ciptaan baru yang terjadi oleh fantasi ini dapat berupa kreasi-kreasi atau kesan-kesan baru tentang sesuatu yang sifatnya disadari atau kurang/tidak disadari oleh orang yang bersangkutan.
e. Perhatian
Sifat dan jenis perhatian :
a. Perhatian yang konsentratif, dalam hal ini perhatian kita terpusat pada satu objek, terbatas.
b. Perhatian yang statis, yaitu dengan suatu perangsangan saja sudah dapat menimbulkan perhatian dalam waktu yang cukup lama tercurah pada suatu objek/kesibukan saja.
c. Perhatian yang pasif, dalam hal ini (diluar kehendak kita) kita tertarik pada suatu objek.
f. Pengamatan
Pengamatan adalah aktivitas jiwa yang memungkinkan manusia mengenali rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat-alat inderanya, dengan kemampuan inilah kemungkinan manusia/individu mengenali millieu hidupnya.
g. Tanggapan
Tanggapan ialah bayangan/kesan kenangan dari pada apa yang pernah kita amati/kenali. Selama tanggapan-tanggapan itu berada dalam bawah sadar, kita sebut : tanggapan latent, sedangkan tanggapan-tanggapan yang berada dalam kesadaran kita, disebut : tanggapan aktuil.
3) Pakar Psikologi :
a) William James
A. Sketsa Kehidupan William James

William James dilahirkan di New York pada tanggal 11 Januari 1842 dan
dibesarkan dalam suatu keluarga yang gemar berdiskusi mengenai
berbagai masalah, terutama yang mendorong pemikiran bebas. Ayahnya,
Henry James adalah seorang pemikir orisinil. Ia telah membina
putranya dengan penuh perhatian dan memberikan bekal berbagai
pengetahuan. Sejak kecil, William James telah menziarahi banyak
negara Eropa dengan berbagai lembaga pendidikannya, baik yang
terdapat di Inggris, Swiss, Perancis, maupun yang ada di Jerman.
William James telah memulai kegiatan akademiknya di Harvard dengan
mempelajari ilmu kedokteran. Kemudian, ia mempelajari fisika,
psikologi dan filsafat. Tentu saja ketika itu William James masih
berada di bawah pengaruh langsung pemikir-pemikir Universitas Harvard.

Ketika studinya selesai, William James menjadi dosen di Harvard dalam
bidang kedokteran, psikologi dan kemudian juga filsafat. Ia bergumul
dengan persoalan-persoalan: Apakah arti menjadi manusia dan sejauh
mana manusia itu merdeka? Bagaimana pikiran-pikiran itu mempengaruhi
manusia?

Selain di Amerika. Willian James juga mengajar di Inggris, Oxford dan
Edinburgh. Ia sekaligus seorang seniman dan pemikir tentang Tuhan.
Disamping itu, James dapat disebut sebagai tokoh pertama yang
mempopulerkan pragmatisme dan sekaligus menjadikannya sebagai mazhab
filsafat yang hampir dapat dijadikan tumpuan dan pegangan kebanyakan
orang Amerika.

Karangan-karangan James berisikan pokok-pokok pemikiran mengenai
berbagai isu filosofis yang berkembang subur pada masanya. Beberapa
diantaranya yang populer menyangkut arti kebenaran, prinsip-prinsip
psikologi, kemauan untuk percaya, dan sebagainya.

Tak lama kemudian, psikologi telah membawa James ke alam filsafat
sehingga ia beralih mempelajari banyak problematika agama dan
metafisika. Maka, terbitlah karya besarnya, "Kemauan Untuk
Percaya" (The Will to Believe) tahun 1897, serta "Aneka Ragam
Pengalaman Keagamaan" (The Varieties of Religious Experiences) tahun
1902. Kemudian pada tahun 1907, terbitlah bukunya yang terkenal,
Pragmatism. James juga telah membukukan karya ilmiahnya tentang
problematika filsafat dengan judul "Arti Kebenaran" (The Meaning of
the Truth) tahun 1909 dan "Dunia Plural" (Pluralistic Universe) tahun
1909.

William James menjadi dosen filsafat di Universitas Harvard selama
kurang lebih 31 tahun dan meninggal dunia tahun 1910, setelah
filsafat Pragmatismenya tersebar luas di Amerika dan Eropa. Buku-
bukunya yang diterbitkan setelah ia meninggal adalah: Some Problems
in Philoshophy (1911) dan Essays in Radical Empirism (1912).

Pengaruh William James terhadap tokoh-tokoh seperti Niels Bohr dan
Bertrand Russel begitu besar, terutama pada ajarannya yang menyangkut
dinamisme alam. Tidak hanya berkat tulisan-tulisannya, namun juga
cara hidupnya, filsafat pragmatisme menjadi populer. Tanpa
pragmatisme, melalui tokoh seperti James, dan berikutnya Pierce serta
Dewey, maka seluruh kehidupan intelektual pada abad XX, khususnya di
Amerika akan sukar dibayangkan.

b) John Dewey
alam Tulisan ini mencoba untuk mengidentifikasi secara lebih jauh pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Apa yang kita pahami, pemikiran pendidikan Dewey seiring dengan konsepsi filsafat eksperimentalisme yang dibangunnya melalui konsep dasar penmgalaman, pertumbuhan, eksperimen dan transaksi. Secara demikian Dewey juga melihat teori filsafatnya sebagai suatu teori umum tentang pendidikan dan melihat pendidikan sebagai laboran yang di dalamnya perbedaan-perbedaan filosofis menjadi konkrit dan harus diuji serta karena pendidikan dan filsafat saling membutuhkan. Terdapat dua kontribusi penting dari konsep pendidikan Dewey yakni, konsepsi baru tentang pendidikan sosial dan kesosialan pendidikan, serta memberikan bentuk dan substansi baru terhadap konsep pendidikan yang berfokust pada anak. (Pendidikan, John Dewey, eksperimentalisme).
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan pada dirinya sendiri bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memang memiliki daya dorong pada perubahan, bisa melahirkan orang-orang kritis dan kreatif. Akan Tetapi di sisi lain, ia pun memiliki fungsi untuk memperkuat dan melestarikan fungsi masyarakat yang timpang. Di poin inilah kemudian terjadi tarik menarik antara kekuatan yang mendorong pada perubahan dengan kekuatan yang mempertahankan status quo untuk tetap eksis. Manakah dari dua hal ini yang akan lebih kuat pengaruhnya?

Ada banyak tafsiran yang kadang-kadang kita temukan berbeda, kalau kita pahami itu sebagai entitas dari fenomena sosial, hal ini akan banyak bergantung pada sistem ekonomi dan politik yang mengelilingi pendidikan itu. Bila sistem ekonomi dan politik menunjukkan adanya ketimpangan maka fungsi pendidikan cenderung akan melestarikan ketimpangan itu sendiri, karena kebijakan dan praktek pendidikan akan banyak diisi dan dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan kelompok dominan yang menduduki posisi ekonomi dan politik di lapisan atas. Atau, kalaupun dari sistem pendidikan itu dapat muncul orang-orang yang kritis, daya kritisnya untuk melakukan perubahan akan mandul,kadang-kadang membutuhkanwaktu cukup lama.

Realitas ini, menjadi perlu untuk selalu di diskusikan sesering mungkin untuk mencari alternatif tentang konsep pendidikan dari para pemikir yang sekiranya cocok untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terkait dengan pemikiran ini. Salah satu konsep dan pemikiran yang dirasa cocok dengan hal tersebut dan akan dibahas di sini adalah konsep pendidikan menurut John Dewey. Secara umum, deskripsi-deskripsi Dewey tentang peserta didik sebagai pengukur aktif tujuan-tujuan mereka sendiri telah dapat diterima secara luas. Apalagi, penolakan Dewey terhadap keabsolutan dan pertanyaan tentang kepastian dalam epistemologi menduduki posisi yang dominan dalam pemikiran masa kini. Keteguhannya tentang partisipasi peserta didik sebagai bentuk demokrasi sesuai dengan usianya sangat sejalan dengan semangat perubahan dan akan melahirkan orang-orang yang kritis dan kreatif. Pemikiran yang kritis dalam membaca suatu realitas akan melahirkan teori baru. Dengan banyaknya kasus di wilayah pendidikan saat ini setelah pemerintahan Orde Baru, maka pemnulis mencoba untuk mencari formulasi konsep dalam Perspektif Filosofis.
Apa yang saya lakukan, bukan untuk mencari jalan tengah dari perbedaan pendapat tentang pemikiran John Dewey akan tetapi Artikel ini akan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam tulisan kali ini yakni, sebagai seorang filsuf, bagaimana konsep tentang pendidikan menurut John Dewey dan sumbangan apa yang bisa diberikan oleh konsep tersebut terhadap pendidikan, khususnya dalam upaya melahirkan orang-orang yang memiliki daya kritis dan inofatif terhadap perubahan.Tidak banyak yang kita rumuskan tetapi dalam tulisan ini bertujuan untuk memahami secara komprehensif pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Selain itu ingin dipahami juga kontribusi yang bisa diberikan Dewey terhadap dunia pendidikan dan seberapa pentingnya tulisan ini membantu kita untuk menganalisa lebih jauh secara filosofis dengan pemikiran-pemikiran yang berkembang.Mekipun artikel yang menulis tentang Dewey sudah banyak tetapi Secara umum terdapat banyak penelitian tentang John Dewey masih sebatas melihat pada sisi filsafat saja. Hasil penelitian Brumbaugh dan Lawrence (1963) menyebutkan bahwa Dewey hampir-hampir tidak membedakan pemikiran filsafatnya dengan teori pendidikannya. Konsep Dewey tentang pendidikan diwarnai oleh pemikiran tentang pendidikan yang progresif, dimana pertumbuhan, perkembangan, evolusi, kemajuan, dan perbaikan merupakan elemen-elemen untuk menjadikan pendidikan yang progresif. Pemikiran inilah yang membawanya menjadi salah satu konseptor tentang pedidikan kontemporer, dimana dalam konsep ini pula gagasan filosofi Dewey nampak dan disebutnya sebagai the experimental continum, atau penyelidikan yang berkelanjutan. Dalam konsep tersebut terlihat adanya hubungan antara pengetahuan dan kesadaran, yang dalam lingkup pendidikan digambarkan sebagai proses sosial. Brumbaugh dan Lawrence (1963) juga mengemukakan tentang teori umum pendidikan dari pemikiran Dewey, yang disebutkan bahwa pendidikan sebagai suatu proses pembentukan fundamental atas disposisi intelektual dan emosional seseorang.Sisi lain dari hasil penelitiannya pemikir lain yang bernama Whitehead juga menyatakan setuju dengan beberapa pemikiran Dewey tentang pendidikan. Whitehead menekankan bahwa pengetahuan datang dari konflik atau gesekan antar manusia yang terpecahkan. Dalam hal ini manusia belajar tatkala terjadi persoalan-persoalan yang memerlukan pemecahan. Menurut Whitehead, Dewey yang memperoleh inspirasi dari Aristotle bahwa bentuk yang kompleks muncul dari sesuatu yang kecil dan individual yang alami. Menurutnya naturalisasi pendidikan Dewey adalah bentuk pendidikan untuk masyarakat, dimana baik Dewey maupun Rousseau menginginkan manusia hidup sesuai dengan kodrat, tetapi kodrat disini didalamnya termasuk dan melibatkan masyarakat yang kompleks, yang cenderung pada adanya kompleksitas lebih dari sekedar sesuatu yang bersifat sederhana. Lebih lanjut Whitehead berpendapat bahwa naturalisasi Dewey bersifat evolusioner dan pragmatis, yang didalamnya terkandung gagasan evolusi, pertumbuhan, dan perkembangan manusia.Satu hal lain, Noddings (1997) lebih tegas dalam membedah pemikiran Dewey pada beberapa hal. Pertama, ia mengelompokkan pemikiran Dewey sebagai filsuf naturalistik yang menjelaskan segala sesuatu dari fenomena alam dari obyek-obyek dan kejaduan-kejadian yang dapat diterima oleh perasaan manusia, dan menolak hal-hal yang berkaitan dengan sumber-sumber supranatural, bahkan menolak definisi Tuhan dalam gagasan-gagasan, rencana, dan tindakan manusia. Dewey sangat percaya pada metode-metode ilmu pengetahuan dan mendesak penggunaannya dalam setiap bagian dari aktivitas manusia.Kedua, Noddings (1998) juga berpendapat bahwa Dewey sering mengemukakan dua hal yang ekstrim, sebagaimana disebutkan dalam bukunya yang berjudul experience and education. Dalam buku ini ia menyebutkan dua hal yang berlawanan. Di satu pihak Dewey mempertentangkan antara pendidikan lama dan baru, tetapi di sisi yang lain ia tidak secara khusus mengemukakan yang baru tersebut.

c) L. Thorndike
Edward L. Thorndike dilahirkan di Williamsburg, Massachusetts tahun 1874. Universitas Wesleyen dan Universitas Harvad merupakan dua perguruan tinggi yang banyak mewarnai ide-ide psikologi Thorndike. Dalam setiap eksperimennya, Thorndike mempergunakan hewan-hewan —terutama kucing— untuk mengetahui fenomena belajar. Seekor kucing lapar dalam sangkar kotak jeruji dengan peralatan lengkap eksperimen yang disebut instrumental conditioning (yang berarti tingkah laku yang dipelajari) berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki (Hintzman, 1978).

a. Teori Koneksionisme Thorndike

Hasil Eksperimen Thorndike dikenal sebagai teori belajar koneksionisme (Muhibbin Syah, 2000 : 105). Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus (yaitu yang berupa rangsangan seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera), dengan respon (yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan). Oleh karena itu, teori ini juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psychology of Learning”. Menurut teori ini, perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar dapat berujud kongkrit yaitu dapat diamati. Thorndike juga merumuskan beberapa hukum dalam belajar yaitu : pertama, motivasi (misalnya rasa lapar, rasa ingin dihargai, ingin pandai) merupakan hal yang sangat vital dalam belajar. Kedua, low of effect; artinya jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan maka hubungan antara stimulus dan respons semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (menganggu) efek yang dicapai respon, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons tersebut.
Selain itu, Thorndike juga membuat hukum belajar lainnya yaitu law of readiness (hukum kesiap-siagaan) dan law of exercise (hukum latihan). Low of readiness pada prinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa kepuasan organisme berasal dari pendayagunaan satuan perantara (conduction units). Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Hukum ini menurut Reber (1988) hanya bersifat spekulatif dan historis. Law of exercise merupakan generalisasi atas law of use dan law of disue. Maksudnya jika perilaku (perubahan hasil belajar) sering dilatih atau digunakan maka eksistensi prilaku tersebut akan semakin kuat (law of use). Sebaliknya, jika prilaku tadi tidak sering dilatih atau digunakan maka akan terlupakan atau sekurang-kurangnya menurun (law of disuse).

b. Aplikasi Teori Thorndike dalam dunia pendidikan dan pengajaran
Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah dan praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang diajarkan. Mengajar yang baik adalah : tahu tujuan pendidikan, tahu apa yang hendak diajarkan artinya tahu materi apa yang harus diberikan, respons yang akan diharapkan dan tahu kapan “hadiah” selayaknya diberikan kepada peserta didik. Ada beberap aturan yang dibuat Thorndike berhubungan dengan pengajaran :

*
Perhatikan situasi peserta didik
*
Perhatikan respons yang diharapkan dari situasi tersebut
*
Ciptakan hubungan respons tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya
*
Situasi-situasi yang sama jangan diindahkan sekiranya memutuskan hubungan tersebut.
*
Buat hubungan sedemikian rupa sehingga menghasilkan perbuatan nyata dari peserta didik
*
Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis.
*
Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan di sekolah menurut Thorndike yaitu :

1.
Sesuaikan dengan teorinya, dan sekolah harus mempunyai tujuan yang jelas.
2.
Tujuan pendidikan harus sesuai dengan kemampuan siswa, bahan pengajaran harus dibagi menurut unit-unit, sehingga guru bisa memanipulasi bermacam-macam situasi misalnya situasi menyenangkan, tidak menyenangkan dan sebagainya
3.
Proses belajar harus bertahap, dimulai dari yang sederhana hingga yang kompleks
4.
Motivasi tidak perlu ditimbulkan kecuali dalam hubungan menentukan “apa yang menyenangkan bagi siswa“, oleh karena tingkah laku ditentukan oleh “eksternal reward” dan bukan oleh “intrinsic motivation”.
5.
Tekanan pendidikan adalah perhatian pada pelaksanaan respons yang benar terhadap stimulus
6.
Respons yang salah harus segera diperbaiki agar tidak diulang kembali, ujian harus dilaksanakan secara teratur dan merupakan umpan balik bagi guru apakah proses belajar telah sesuai dengan tujuan.
7.
Memberi masalah yang sulit kepada siswa tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
8.
Bila siswa belajar secara baik, segera diberi hadiah (bisa berupa pujian, nilai bagus atau hadiah berupa barang), tetapi bila siswa berbuat salah harus segera ditegur atau diperbaiki agar tidak diulangi kembali.
9.
Pendidikan yang baik adalah pelajaran yang didapat di sekolah oleh peserta didik dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau “pelajaran berbasis kenyataan”

1). JENIS-JENIS PENYAKIT HATI

Valbestfriendwht

Macam-macam arti penyakit hati dan sifat buruk manusia :

1. Iri Hati
Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rizki / rejeki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran islam adalah iri dalam hal berbuat kebajikan, seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat menyebarkan ilmunya di kemudian hari. Atau iri untuk membelanjakan harta di jalan kebenaran.

2. Dengki
Dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain bahagia dan berusaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. Sifat ini sangat berbahaya karena tidak ada orang yang suka dengan orang yang memiliki sifat seperti ini.

3. Hasut / Hasud / Provokasi
Hasud adalah suatu sifat yang ingin selalu berusaha mempengaruhi orang lain agar amarah / marah orang tersebut meluap dengan tujuan agar dapat memecah belah persatuan dan tali persaudaraan agar timbul permusuhan dan kebencian antar sesama.

4. Fitnah
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan adalah suatu kegiatan menjelek-jelekkan, menodai, merusak, menipu, membohongi seseorang agar menimbulkan permusuhan sehingga dapat berkembang menjadi tindak kriminal pada orang lain tanpa bukti yang kuat.

5. Buruk Sangka
Buruk sangka adalah sifat yang curiga atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas.

6. Khianat / Hianat
Hianat adalah sikap tidak bertanggungjawab atau mangkir atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Khianat biasanya disertai bohong dengan mengobral janji. Khianat adalah ciri-ciri orang munafik. Orang yang telah berkhianat akan dibenci orang disekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan dipercaya lagi untuk mengemban suatu tanggung jawab di kemudian hari.


Dengki dan cara yang berbeza?

Pertama, ada pendengki yang berusaha menghilangkan nikmat yang diperoleh orang yang didengkinya, dengan ucapan seperti fitnah dan perbuatan, meskipun dia tidak mengharapkan nikmat tersebut pindah kepada dirinya.

Kedua, ada pendengki yang selain berusaha menghilangkan nikmat dari orang yang didengkinya, ia juga berusaha memindahkan nikmat tersebut kepada dirinya. Kedua macam dengki tersebut adalah dengki yang sangat tercela. Dan dosa dengki itulah yang merupakan dosa iblis. Iblis dengki kepada Adam karena Allah memberi keutamaan kepada Adam atas segenap malaikat dengan menyuruh para malaikat sujud (sebagai penghormatan) kepada Adam, mengajarkannya nama segala sesuatu dan menempatkannya di Surga. Demikianlah lalu iblis dengan kedengkiannya berusaha mengeluarkan Adam dari Surga.

Ketiga, ada orang yang bila mendengki orang lain, ia tidak melanjutkan dengki itu dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Dan demikian itulah tabiat yang sekaligus kelemahan manusia; hampir selalu menginginkan memiliki apa yang dimiliki orang lain. Menurut riwayat dari Al-Hasan, selama tidak dibuktikan dengan ucapan dan perbuatan, iri hati jenis ini tidak berdosa. Namun tentu, sebaiknya ia hilangkan perasaan dengki dan iri tersebut dari dalam hatinya, hingga tidak menjadi penyakit.

Dalam beberapa riwayat yang dha’if disebutkan, dengki jenis ketiga ini ada dua macam:
1. Ia tidak sanggup menghilangkan perasaan dengki dan iri itu dari dalam dirinya. Ia kalah dengan dirinya sendiri. Ia berusaha menepis, tapi perasaan dengki dan iri itu masih timbul tenggelam dalam hatinya. Namun ia tidak melanjutkannya dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Iri jenis ini tidak membuatnya berdosa.

2. Ia sengaja membisikkan perasaan iri dan dengki itu ke dalam hatinya. Ia mengulang-ulang bisikan itu, dan hatinya menikmati bisikan tersebut, sehingga mengangankan agar nikmat itu hilang dari saudaranya. Tetapi dia tetap tidak melanjutkan dengkinya itu, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Keadaan seperti ini adalah sama dengan orang yang berkeinginan kuat melakukan maksiat. Tentang dosa dengki jenis ini, para ulama berbeda pendapat. Tetapi yang jelas, secara realitas, orang yang mendengki pada tahap ini, sangat sulit bisa selamat dari ucapan-ucapan yang menunjukkan dia memendam kedengkian. Karena itu, ia bisa terjerumus kepada dosa.

Keempat, ada lagi iri hati yang tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tetapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Jika nikmat tersebut bersifat duniawi, maka tidak ada kebaikannya sama sekali. Iri hati seperti inilah yang juga ditunjukkan oleh orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia, seperti yang dilakukan orang-orang kepada Qarun. Allah berfirman:“(Mereka berkata), ‘Duhai seandainya kami memiliki sebagaimana yang diberikan kepada Qarun.” (Al-Qashash: 79).

Jika nikmat itu bersifat ukhrawi, maka ia adalah kebaikan. Sebagaimana disebutkan oleh Nabi SAW: “Tidak boleh dengki dan iri hati kecuali dalam dua hal; yaitu iri hati terhadap orang yang dikaruniai harta dan dia selalu menginfakkannya pada malam dan siang hari. (juga iri) kepada orang yang diberi kepandaian membaca Al-Qur’an, dan dia membacanya setiap malam dan siang.”(HR. Bukhari dan Muslim). Dan inilah yang dinamakan ghibthah (keinginan). Disebut dengan hasad/iri (tetapi yang baik) sebagai bentuk peminjaman istilah belaka (isti’arah).

2).

Bodoh adalah salah satu penyakit hati yang sangat membahayakan dan sangat mengerikan akibatnya. Akan tetapi sering dan mayoritas penderitanya tidak merasa kalau dirinya sedang terjangkit penyakit berbahaya ini. Dan karena penyakit bodoh inilah muncul penyakit-penyakit hati yang lain seperti iri, dengki, riya, sombong, ujub (membanggakan diri) dan lainnya. Kebodohan ini penyakit hati yang berbahaya lebih dahsyat dibanding penyakit badan. Karena puncak dari penyakit badan berakhir dengan kematian, adapun penyakit hati akan mengantarkan penderitanya kepada kesengsaraan dan kebinasaan yang kekal. Semoga tulisan singkat ini menjadikan peringatan bagi kita semua, sehingga kita semua tersadar untuk merubah keadaan yang berbahaya dan mengerikan ini untuk kemudian untuk meraih kehidupan yang diridloi oleh Allah Taala

Bodoh adalah salah satu penyakit hati yang sangat membahayakan dan sangat mengerikan akibatnya. Akan tetapi sering dan mayoritas penderitanya tidak merasa kalau dirinya sedang terjangkit penyakit berbahaya ini. Dan karena penyakit bodoh inilah muncul penyakit-penyakit hati yang lain seperti iri, dengki, riya, sombong, ujub (membanggakan diri) dan lainnya.

Karena kebodohan ini adalah sumber segala penyakit hati dan sumber segala kejahatan. Kebodohan ini penyakit hati yang berbahaya lebih dahsyat dibanding penyakit badan. Karena puncak dari penyakit badan berakhir dengan kematian, adapun penyakit hati akan mengantarkan penderitanya kepada kesengsaraan dan kebinasaan yang kekal. Manusia yang terkena penyakit ini hidupnya hina dan sengsara di dunia maupun di akherat Allah Taala banyak menyebutkan dalam Al-Quran tentang tercelanya dan hinanya serta balasan dan akibat bagi orang-orang yang bodoh yang tidak mau tahu tentang ilmu agama di dunia dan akherat. Diantaranya Allah menyatakan dalam surat Al-Furqon: 44 Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar dan memahami ?. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak bahkan lebih sesat jalannya.
Di dalam ayat ini, Allah Taala menyerupakan orang-orang bodoh yang tidak mau tahu ilmu agama seperi binatang ternak bahkan lebih sesat dan jelek.
Di dalam surat Al-Anfal : 22. Allah juga menyatakan: Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling jelek di sisi Allah adalah orang yang bisu dan tuli yang tidak mau mengerti apapun (tidak mau mendengar dan memahami kebenaran).
Dalam ayat ini Allah memberitakan bahwa orang-orang bodoh yang tidak mau memahami kebenaran adalah binatang yang paling jelek diantara seluruh binatang-binatang melata seperti keledai, binatang buas, serangga, anjing dan seluruh binatang yang lain. Maka orang-orang bodoh yang tidak mau kebenaran lebih jahat dan lebih jelek dari seluruh binatang.

Kemudian Allah Taala juga menyatakan bahwa orang-orang yang bodoh seperti orang-orang yang buta yang tidak bisa melihat sebagaimana dalam surat Ar Rodu : 19. Allah berfirman: Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sama dengan orang yang buta ?
Dan sungguh Allah Taala banyak mensifati orang-orang yang jahil itu dengan bisu, buta dan tuli.
Kemudian keberadaan orang-orang yang jahil terhadap dakwahnya para rosul sejak rosul yang pertama sampai rosul yang terakhir, mereka adalah musuh yang paling berbahaya bahkan musuh para rosul yang sebenarnya. Hingga Musa alaihissalam berlindung kepada Allah agar tidak menjadi orang yang jahil, sebagaimana dalam surat Al-Baqoroh: 67 Aku berlindung kepada Alloh agar tidak menjadi orang yang jahil.
Dan Allah juga memerintahkan kepada nabinya shollallaahu alaihi wassalam untuk berpaling dari orang yang jahil
Dan berpalinglah engkau dari orang-orang yang jahil !

Kemudian Allah Taala juga menyerupakan orang jahil yang tidak menerima dakwah rasul seperti orang yang mati dan telah terkubur, walau jasad mereka hidup. Karena dakwah rasul itu ilmu dan iman. Ilmu dan iman inilah yang menjadikan hati itu hidup, kalau ilmu dan iman tidak terdapat di hati orang maka orang itu menjadi bodoh. Dan orang yang bodoh matilah hatinya.

Akibat dari kebodohan inilah maka kehidupan dia di dunia seperti orang buta tidak bisa melihat kebenaran. Siapa yang tidak mengerti kebenaran maka dia sesat dan menjalani hidup ini tanpa arah.
Orang yang buta mata hatinya akibat kebodohannya, nanti akan dibangkitkan dalam keadaan buta. Dan tempatnya adalah neraka jahannam. Sebagaimana firman Allah Taala dalam surat Al-Isra: 72 dan 97
Barang siapa di dunia ini buta mata hatinya maka dia di akherat lebih buta dan lebih tersesat dari jalan yang benar Dan kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat diseret atas muka mereka di seret dalam keadaan buta, bisu dan pekak, tempat kediaman mereka adalah neraka jahanam.

Demikianlah akibat dan balasan bagi orang-orang yang bodoh yang tidak mau tahu ilmu agama ini. Karena memang demikianlah keadaan mereka di dunia. Dan manusia dibangkitkan sesuai dengan keadaan hatinya. Kebodohan juga salah satu sifat dari sifat-sifat penduduk neraka sebagaimana Allah menyatakan dalam surat Al-Araf: 179
Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka punya hati tapi tidak digunakan untuk melihat dan mereka punya telinga tapi tapi tidak digunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Dalam ayat ini Allah Taala mengabarkan tentang sifat-sifat penduduk neraka jahanam yaitu orang-orang yang tidak memperoleh ilmu karena tidak mau menggunakan sarana-sarana untuk mendapatkan ilmu yaitu: akal, pendengaran, dan pengelihatan sehingga mereka menjadi orang-orang yang bodoh.

Ini semua adalah menunjukkan tentang jeleknya kebodohan itu dan tercelanya, orang yang jahil di dunia dan di akherat. Betapa bahayanya dan mengerikannya kalau kebodohan itu menimpa seseorang, dia akan menerima akibatnya yang membinasakannya. Padahal kalau kita melihat keadaan kaum muslimin sekarang ini yang ada di sekitar kita, sungguh mereka telah dilanda penyakit yang mengerikan ini. Kalau kita tahu sedikit saja tentang agama ini dan berusaha untuk mengamalkan maka kita akan tahu kenyataan yang menyedihkan, kebodohan telah merata baik secara individu, keluarga, masyarakat dan negara. Namun mereka tidak merasa kalau mereka sedang dijangkit penyakit berbahaya yang akan membinasakan dirinya. Mereka tertawa dan terlena dengan kegemilangan dunia, tidak sadar kalau mereka di atas kesesatan bahkan di dalam kekafiran, kebidahan dan kemaksiatan. Namun karena kebodohan, mereka tidak merasa, bahkan merasa di atas kebenaran dan ketaatan. Tatkala disampaikan Al-haq, mereka merasa resah dan tertuduh sesat. Kenyataan ini melanda mayoritas kaum muslim, orang mudanya, orang tuanya, rakyatnya dan pimpinannya. Sungguh menyedihkan kenyataan ini.

Maka bagaimana kalau hal ini terus berlarut-larut dibiarkan ?
Semoga tulisan singkat ini menjadikan peringatan bagi kita semua, sehingga kita semua tersadar untuk merubah keadaan yang berbahaya dan mengerikan ini untuk kemudian untuk meraih kehidupan yang diridloi oleh Allah Taala yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan yang abadi, di dunia maupun di akherat. Dan keadaan seperti ini tidak akan ada jalan lain untuk merubahnya kecuali dengan bekal ilmu yang bermanfaat. Karena kebodohan adalah penyakit hati yang tidak ada obatnya kecuali dengan ilmu. Sebagaimana sabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam :
Tidak lain obatnya kebodohan selain bertanya (HR. Ibnu Majjah, Ahmad dan yang lainnya).
Oleh karena inilah Allah menamakan Al-Quran sebagai obat bagi segala penyakit hati. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Yunus: 57
Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu nasehat dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Karena inilah kedudukan ulama seperti dokter, yakni dokter hati. Maka butuhnya hati terhadap ilmu seperti butuhnya nafas terhadap udara bahkan lebih besar.
Ilmu itu bagi hati laksan air bagi ikan, apabila hilang air maka matilah ikan.
Jadi kedudukan ilmu bagi hati laksana cahaya bagi mata, laksana mendengarnya telinga terhadap ucapan lisan, apabila semua ini hilang maka hati itu laksana mata yang buta, telinga yang tuli dan lisan yang bisu.
wallahu taala alam

Kamis, 27 Maret 2008

kretifitas

Langsung saja ya pak.

Selama ini saya belum tahu apkah yang saya kerjakan ini termasuk kretifitas atau bukan. Dahulu saya pernah membuat gelembung yang terbuat dari air sabun dan saya berikan sedikit pewarna supaya gelembung menarik. Saya melakukan ini pada saat saya berada di kelas 4 SD. Pekerjaan tersebut tidak berlangsung lama hanya bertahan sebulan saja.

Senin, 17 Maret 2008

PERKEMBANGAN REMAJA

Ass.wr.wb.

sebelumnya saya pusing mau curhat apa ya udah saya cerita tentang awal masuk uin aja lah
dulu si saya ga nyangka bisa masuk uin ya akhirnya saya diterima juga,nah sekarang saya harus ngejalanin aktivitas kuliah setiap hari,kata orang tua saya,saya harus bisa masuk uin dan permintaan dari orang tua saya terkabul tapi saya ngerasa ga pede berada dalam lingkungan kampus karena saya merasa belum bisa apa2 dan belum mendapatkan berbagai ilmu yang masuk juga belum bisa mempelajari begitu banyak mata kuliah yang ada di uin.